Blog

Berikut Daftar 6 Agama Dengan Penganut Terbanyak Di Dunia

Berikut Daftar 6 Agama Dengan Penganut Terbanyak Di Dunia – Agama adalah sistem kepercayaan, keyakinan, praktik, dan nilai-nilai spiritual yang memandu cara individu atau kelompok memahami dan berhubungan dengan alam semesta, keberadaan, dan keilahian. Agama biasanya melibatkan keyakinan tentang asal-usul, tujuan, dan makna kehidupan, serta serangkaian ritual, doa, atau perayaan yang menghubungkan individu dengan yang ilahi atau hal yang sakral.

Terdapat berbagai agama di seluruh dunia, yang memiliki berbagai keyakinan, praktik, dan tradisi. Ini termasuk agama-agama besar seperti Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan agama-agama minoritas atau lokal. Agama seringkali memusatkan perhatian pada aspek spiritual, mencari pemahaman tentang makna eksistensial dan hubungan dengan hal yang ilahi atau keberadaan spiritual.

Berikut adalah penjelasan singkat tentang enam agama dengan jumlah penganut terbanyak di dunia:

Berikut Daftar 6 Agama Dengan Penganut Terbanyak Di Dunia

Kristen

Kristen adalah agama terbesar di dunia, dengan lebih dari 2 miliar penganut. Kristen mengikuti ajaran Yesus Kristus, yang diyakini sebagai Anak Allah, dan memandang Alkitab sebagai kitab suci utama, yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Islam

Islam adalah agama kedua terbesar di dunia, dengan lebih dari 1,9 miliar penganut. Umat Islam mengikuti ajaran Nabi Muhammad, yang dianggap sebagai nabi terakhir, dan Al-Quran sebagai kitab suci utama.

Hindu

Hinduisme adalah agama mayoritas di India dan Nepal, dengan lebih dari 1,2 miliar penganut. Hindu mempraktikkan beragam tradisi dan kepercayaan, termasuk keyakinan tentang reinkarnasi dan karma. Kitab suci utama Hinduisme adalah Vedas dan Bhagavad Gita.

Buddha

Buddhisme memiliki lebih dari 520 juta penganut di seluruh dunia. Ajaran Buddhisme berasal dari Siddhartha Gautama, yang dikenal sebagai Buddha, yang mengajarkan tentang pencarian pencerahan dan pembebasan dari penderitaan. Kitab suci utama Buddhisme adalah Dharma dan Tipitaka.

Yudaisme

Yudaisme adalah agama bangsa Yahudi, dengan lebih dari 14 juta penganut di seluruh dunia. Yudaisme dianut oleh komunitas Yahudi yang mengikuti Taurat, yang merupakan bagian dari Tanakh, dan berfokus pada ketaatan kepada Tuhan dan hukum agama Yahudi.

Sikhisme

Sikhisme adalah agama monotheistik yang berasal dari wilayah Punjab di India, dengan lebih dari 30 juta penganut di seluruh dunia. Sikhisme didirikan oleh Guru Nanak pada abad ke-15 Masehi. Penganut Sikhisme mengikuti Guru Granth Sahib sebagai kitab suci utama, yang dianggap sebagai guru spiritual terakhir. Sikhisme menekankan kesetaraan, seva (pelayanan masyarakat), dan pencarian spiritual.

Berikut 9 Agama Terbesar Yang Ada Di Dunia

Berikut 9 Agama Terbesar Yang Ada Di Dunia – Agama adalah sistem kepercayaan, keyakinan, praktik, dan nilai-nilai spiritual yang memandu cara individu atau kelompok memahami dan berhubungan dengan alam semesta, keberadaan, dan keilahian. Agama biasanya melibatkan keyakinan tentang asal-usul, tujuan, dan makna kehidupan, serta serangkaian ritual, doa, atau perayaan yang menghubungkan individu dengan yang ilahi atau hal yang sakral.

Terdapat berbagai agama di seluruh dunia, yang memiliki berbagai keyakinan, praktik, dan tradisi. Ini termasuk agama-agama besar seperti Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan agama-agama minoritas atau lokal. Agama seringkali memusatkan perhatian pada aspek spiritual, mencari pemahaman tentang makna eksistensial dan hubungan dengan hal yang ilahi atau keberadaan spiritual.

Berikut adalah sembilan agama terbesar yang ada di dunia beserta penjelasannya:

Berikut 9 Agama Terbesar Yang Ada Di Dunia

Kristen


Kristen adalah agama terbesar di dunia berdasarkan jumlah penganutnya. Kristen mengikuti ajaran Yesus Kristus yang terdapat dalam Alkitab, yang terdiri dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kristen memiliki berbagai aliran dan denominasi, termasuk Katolik, Ortodoks, dan Protestan.

Islam


Islam adalah agama kedua terbesar di dunia. Penganut Islam, yang disebut Muslim, mengikuti ajaran Nabi Muhammad yang terdapat dalam Al-Quran. Islam mengajarkan keimanan kepada satu Allah dan praktik ibadah seperti salat, puasa, zakat, dan haji.

Hindu


Hinduisme adalah agama tertua di dunia dan mayoritas di India dan Nepal. Hindu mengikuti ajaran yang terdapat dalam berbagai kitab suci, termasuk Vedas, Upanishads, dan Bhagavad Gita. Hinduisme mengakui beragam dewa dan dewi, serta mempraktikkan upacara keagamaan yang kaya akan simbolisme.

Buddha


Buddhisme berasal dari ajaran Siddhartha Gautama, yang dikenal sebagai Buddha. Buddhisme mengajarkan tentang empat kebenaran mulia dan jalan delapan. Penganut Buddhisme berusaha mencapai pencerahan dan mengatasi penderitaan dengan mengikuti ajaran-ajaran Dharma dan Tipitaka.

Tiongkok


Agama-agama tradisional Tiongkok, seperti Taoisme dan Konfusianisme, memiliki banyak penganut di Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya. Taoisme mengajarkan tentang harmoni dengan alam dan kehidupan, sementara Konfusianisme menekankan pentingnya etika, moralitas, dan hubungan sosial yang baik.

Sikhisme


Sikhisme berasal dari wilayah Punjab di India dan mengajarkan keimanan kepada satu Tuhan yang tak terlihat. Penganut Sikhisme mempraktikkan ibadah sehari-hari seperti meditasi, membaca Guru Granth Sahib, dan seva (pelayanan sukarela).

Yudaisme


Yudaisme adalah agama bangsa Yahudi yang mengikuti ajaran-ajaran Taurat (Pentateukh), Talmud, dan kitab suci lainnya. Yudaisme mengajarkan tentang hubungan antara manusia dan Allah, serta praktik-praktik keagamaan seperti ibadah Sabat dan upacara keagamaan.

Baha’i


Baha’i adalah agama monoteistik yang mengajarkan persatuan umat manusia, kesetaraan gender, dan perdamaian dunia. Penganut Baha’i mengikuti ajaran-ajaran Baha’u’llah yang terdapat dalam kitab suci Baha’i, seperti Kitab Aqdas dan Kitab Iqan.

Jainisme


Jainisme adalah agama India kuno yang menekankan ahimsa (non-kekerasan), karma, dan kebijaksanaan spiritual. Penganut Jainisme berusaha mencapai moksha atau pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian dengan mengikuti ajaran-ajaran Tirthankaras dan praktik-praktik keagamaan.

What is the Difference Between NLP, NLU, and NLG?

NLU vs NLP in 2024: Main Differences & Use Cases Comparison

difference between nlp and nlu

People can express the same idea in different ways, but sometimes they make mistakes when speaking or writing. They could use the wrong words, write sentences that don’t make sense, or misspell or mispronounce words. NLP can study language and speech to do many things, but it can’t always understand what someone https://chat.openai.com/ intends to say. NLU enables computers to understand what someone meant, even if they didn’t say it perfectly. Sentiment analysis and intent identification are not necessary to improve user experience if people tend to use more conventional sentences or expose a structure, such as multiple choice questions.

While natural language understanding focuses on computer reading comprehension, natural language generation enables computers to write. NLG is the process of producing a human language text response based on some data input. This text can also be converted into a speech format through text-to-speech services. In this case, NLU can help the machine understand the contents of these posts, create customer service tickets, and route these tickets to the relevant departments. This intelligent robotic assistant can also learn from past customer conversations and use this information to improve future responses.

difference between nlp and nlu

People can say identical things in numerous ways, and they may make mistakes when writing or speaking. They may use the wrong words, write fragmented sentences, and misspell or mispronounce words. NLP can analyze text and speech, performing a wide range of tasks that focus primarily on language structure. NLU allows computer applications to infer intent from language even when the written or spoken language is flawed. Sometimes you may have too many lines of text data, and you have time scarcity to handle all that data.

This enables machines to produce more accurate and appropriate responses during interactions. As humans, we can identify such underlying similarities almost effortlessly and respond accordingly. But this is a problem for machines—any algorithm will need the input to be in a set format, and these three sentences vary in their structure and format.

Correlation Between NLP and NLU

This process enables the extraction of valuable information from the text and allows for a more in-depth analysis of linguistic patterns. For example, NLP can identify noun phrases, verb phrases, and other grammatical structures in sentences. Have you ever wondered how Alexa, ChatGPT, or a customer care chatbot can understand your spoken or written comment and respond appropriately?

How to better capitalize on AI by understanding the nuances – Health Data Management

How to better capitalize on AI by understanding the nuances.

Posted: Thu, 04 Jan 2024 08:00:00 GMT [source]

It is also applied in text classification, document matching, machine translation, named entity recognition, search autocorrect and autocomplete, etc. NLP uses computational linguistics, computational neuroscience, and deep learning technologies to perform these functions. NLU goes beyond the basic processing of language and is meant to comprehend and extract meaning from text or speech. As a result, NLU  deals with more advanced tasks like semantic analysis, coreference resolution, and intent recognition. NLU is the ability of a machine to understand and process the meaning of speech or text presented in a natural language, that is, the capability to make sense of natural language.

This algorithmic approach uses statistical analysis of ‘training’ documents to establish rules and build its knowledge base. However, because language and grammar rules can be complex and contradictory, this algorithmic approach can sometimes produce incorrect results without human oversight and correction. Natural Language Processing, or NLP, involves the processing of human language by a computer program to determine what its meaning is. As already seen in the above information, NLU is a part of NLP and thus offers similar benefits which solve several problems. In other words, NLU helps NLP to achieve more efficient results by giving a human-like experience through machines.

Help your business get on the right track to analyze and infuse your data at scale for AI. Natural language processing and its subsets have numerous practical applications within today’s world, like healthcare diagnoses or online customer service. Natural Language Processing allows an IVR solution to understand callers, detect emotion and identify keywords in order to fully capture their intent and respond accordingly. Ultimately, the goal is to allow the Interactive Voice Response system to handle more queries, and deal with them more effectively with the minimum of human interaction to reduce handling times. Together with NLG, they will be able to easily help in dealing and interacting with human customers and carry out various other natural language-related operations in companies and businesses.

One of the primary goals of NLU is to teach machines how to interpret and understand language inputted by humans. NLU leverages AI algorithms to recognize attributes of language such as sentiment, semantics, context, and intent. For example, the questions “what’s the Chat PG weather like outside?” and “how’s the weather?” are both asking the same thing. The question “what’s the weather like outside?” can be asked in hundreds of ways. With NLU, computer applications can recognize the many variations in which humans say the same things.

NLU techniques enable systems to grasp the nuances, references, and connections within the text or speech resolve ambiguities and incorporate external knowledge for a comprehensive understanding. NLP utilizes statistical models and rule-enabled systems to handle and juggle with language. Handcrafted rules are designed by experts and specify how certain language elements should be treated, such as grammar rules or syntactic structures. NLP and NLU are significant terms for designing a machine that can easily understand the human language, whether it contains some common flaws.

As a result, they do not require both excellent NLU skills and intent recognition. Thus, it helps businesses to understand customer needs and offer them personalized products. You can foun additiona information about ai customer service and artificial intelligence and NLP. Data pre-processing aims to divide the natural language content into smaller, simpler sections. ML algorithms can then examine these to discover relationships, connections, and context between these smaller sections.

It provides the ability to give instructions to machines in a more easy and efficient manner. Expert.ai Answers makes every step of the support process easier, faster and less expensive both for the customer and the support staff. DST is essential at this stage of the dialogue system and is responsible for multi-turn conversations. Then, a dialogue policy determines what next step the dialogue system makes based on the current state.

Use Cases for NLP, NLU, and NLG

Natural Language Understanding is a vital part of the NLP process, which allows a conversational AI platform to extract intent from human input and formulate a response, whether from a scripted range or an AI-driven process. However, when it comes to handling the requests of human customers, it becomes challenging. This is due to the fact that with so many customers from all over the world, there is also a diverse range of languages.

5 Major Challenges in NLP and NLU – Analytics Insight

5 Major Challenges in NLP and NLU.

Posted: Sat, 16 Sep 2023 07:00:00 GMT [source]

NLP and NLU, two subfields of artificial intelligence (AI), facilitate understanding and responding to human language. Though looking very similar and seemingly performing the same function, NLP and NLU serve different purposes within the field of human language processing and understanding. Natural Language Processing focuses on the interaction between computers and human language.

These approaches are also commonly used in data mining to understand consumer attitudes. In particular, sentiment analysis enables brands to monitor their customer feedback more closely, allowing them to cluster positive and negative social media comments and track net promoter scores. By reviewing comments with negative sentiment, companies are able to identify and address potential problem areas within their products or services more quickly. The fascinating world of human communication is built on the intricate relationship between syntax and semantics. While syntax focuses on the rules governing language structure, semantics delves into the meaning behind words and sentences. In the realm of artificial intelligence, NLU and NLP bring these concepts to life.

A test developed by Alan Turing in the 1950s, which pits humans against the machine. All these sentences have the same underlying question, which is to enquire about today’s weather forecast. Natural languages are different from formal or constructed languages, which have a different origin and development path.

As we continue to advance in the realms of artificial intelligence and machine learning, the importance of NLP and NLU will only grow. However, navigating the complexities of natural language processing and natural language understanding can be a challenging task. This is where Simform’s expertise in AI and machine learning development services can help you overcome those challenges and leverage cutting-edge language processing technologies. As a result, algorithms search for associations and correlations to infer what the sentence’s most likely meaning is rather than understanding the genuine meaning of human languages. In other words, NLU is Artificial Intelligence that uses computer software to interpret text and any type of unstructured data. NLU can digest a text, translate it into computer language and produce an output in a language that humans can understand.

  • On the other hand, natural language understanding is concerned with semantics – the study of meaning in language.
  • He graduated from Bogazici University as a computer engineer and holds an MBA from Columbia Business School.
  • Conversational AI employs natural language understanding, machine learning, and natural language processing to engage in customer conversations.
  • This is due to the fact that with so many customers from all over the world, there is also a diverse range of languages.

And if the assistant doesn’t understand what the user means, it won’t respond appropriately or at all in some cases. NLP consists of natural language generation (NLG) concepts and natural language understanding (NLU) to achieve human-like language processing. Until recently, the idea of a computer that can understand ordinary languages and hold a conversation with a human had seemed like science fiction. NLP processes flow through a continuous feedback loop with machine learning to improve the computer’s artificial intelligence algorithms. Rather than relying on keyword-sensitive scripts, NLU creates unique responses based on previous interactions. It aims to highlight appropriate information, guess context, and take actionable insights from the given text or speech data.

This allows us to find the best way to engage with users on a case-by-case basis. However, these are products, not services, and are currently marketed, not to replace writers, but to assist, provide inspiration, and enable the creation of multilingual copy. Here are some of the best NLP papers from the Association for Computational Linguistics 2022 conference. Natural Language Processing (NLP), Natural Language Understanding (NLU), and Natural Language Generation (NLG) all fall under the umbrella of artificial intelligence (AI).

This response is converted into understandable human language using natural language generation. Natural Language Processing, a fascinating subfield of computer science and artificial intelligence, enables computers to understand and interpret human language as effortlessly as you decipher the words in this sentence. NLP considers how computers can process and analyze vast amounts of natural language data and can understand and communicate with humans. The latest boom has been the popularity of representation learning and deep neural network style machine learning methods since 2010. These methods have been shown to achieve state-of-the-art results for many natural language tasks.

Finding one right for you involves knowing a little about their work and what they can do. To help you on the way, here are seven chatbot use cases to improve customer experience. 86% of consumers say good customer service can take them from first-time buyers to brand advocates. While excellent customer service is an essential focus of any successful brand, forward-thinking companies are forming customer-focused multidisciplinary teams to help create exceptional customer experiences.

CEO of NeuralSpace, told SlatorPod of his hopes in coming years for voice-to-voice live translation, the ability to get high-performance NLP in tiny devices (e.g., car computers), and auto-NLP. Ecommerce websites rely heavily on sentiment analysis of the reviews and feedback from the users—was a review positive, negative, or neutral? Here, they need to know what was said and they also need to understand what was meant. Gone are the days when chatbots could only produce programmed and rule-based interactions with their users.

NLP links Paris to France, Arkansas, and Paris Hilton, as well as France to France and the French national football team. Thus, NLP models can conclude that “Paris is the capital of France” sentence refers to Paris in France rather than Paris Hilton or Paris, Arkansas. NLU relies on NLP’s syntactic analysis to detect and extract the structure and context of the language, which is then used to derive meaning and understand intent. Processing techniques serve as the groundwork upon which understanding techniques are developed and applied.

NLP takes input text in the form of natural language, converts it into a computer language, processes it, and returns the information as a response in a natural language. NLU converts input text or speech into structured data and helps extract facts from this input data. Once a customer’s intent is understood, machine learning determines an appropriate response.

NLP and NLU have unique strengths and applications as mentioned above, but their true power lies in their combined use. Integrating both technologies allows AI systems to process and understand natural language more accurately. Before booking a hotel, customers want to learn more about the potential accommodations. People start asking questions about the pool, dinner service, towels, and other things as a result. Such tasks can be automated by an NLP-driven hospitality chatbot (see Figure 7).

With an eye on surface-level processing, NLP prioritizes tasks like sentence structure, word order, and basic syntactic analysis, but it does not delve into comprehension of deeper semantic layers of the text or speech. In addition to processing natural language similarly to a human, NLG-trained machines are now able to generate new natural language text—as if written by another human. All this has sparked a lot of interest both from commercial adoption and academics, making NLP one of the most active research topics in AI today. NLP is an umbrella term which encompasses any and everything related to making machines able to process natural language—be it receiving the input, understanding the input, or generating a response.

  • NLP takes input text in the form of natural language, converts it into a computer language, processes it, and returns the information as a response in a natural language.
  • Natural language processing works by taking unstructured data and converting it into a structured data format.
  • Both technologies are widely used across different industries and continue expanding.
  • By reviewing comments with negative sentiment, companies are able to identify and address potential problem areas within their products or services more quickly.

This allows the system to provide a structured, relevant response based on the intents and entities provided in the query. That might involve sending the user directly to a product page or initiating a set of production option pages before sending a direct link to purchase the item. When it comes to relations between these techs, NLU is perceived as an extension of NLP that provides the foundational techniques and methodologies for language processing. NLU builds upon these foundations and performs deep analysis to understand the meaning and intent behind the language. NLP primarily works on the syntactic and structural aspects of language to understand the grammatical structure of sentences and texts. With the surface-level inspection in focus, these tasks enable the machine to discern the basic framework and elements of language for further processing and structural analysis.

It involves the development of algorithms and techniques to enable computers to comprehend, analyze, and generate textual or speech input in a meaningful and useful way. The tech aims at bridging the gap between human interaction and computer understanding. NLG is a software process that turns structured data – converted by NLU and a (generally) non-linguistic representation of information – into a natural language output that humans can understand, usually in text format. NLG is another subcategory of NLP which builds sentences and creates text responses understood by humans. When it comes to natural language, what was written or spoken may not be what was meant. In the most basic terms, NLP looks at what was said, and NLU looks at what was meant.

A task called word sense disambiguation, which sits under the NLU umbrella, makes sure that the machine is able to understand the two different senses that the word “bank” is used. NLG also encompasses text summarization capabilities that generate summaries from in-put documents while maintaining the integrity of the information. Extractive summarization is the AI innovation powering Key Point Analysis used in That’s Debatable.

difference between nlp and nlu

Just think of all the online text you consume daily, social media, news, research, product websites, and more. But before any of this natural language processing can happen, the text needs to be standardized. Explore some of the latest NLP research at IBM or take a look at some of IBM’s product offerings, like Watson Natural Language Understanding. Its text analytics service offers insight into categories, concepts, entities, keywords, relationships, sentiment, and syntax from your textual data to help you respond to user needs quickly and efficiently.

Each plays a unique role at various stages of a conversation between a human and a machine. Although chatbots and conversational AI are sometimes used interchangeably, they aren’t the same thing. Today we’ll review the difference between chatbots and conversational AI and which option is better for your business.

As we summarize everything written under this NLU vs. NLP article, it can be concluded that both terms, NLP and NLU, are interconnected and extremely important for enhancing natural language in artificial intelligence. Machines programmed with NGL help in generating new texts in addition to the already processed natural language. They are so advanced and innovative that they appear as if a real human being has written them. With more progress in technology made in recent years, there has also emerged a new branch of artificial intelligence, other than NLP and NLU. It is another subfield of NLP called NLG, or Natural Language Generation, which has received a lot of prominence and recognition in recent times. We’ve seen that NLP primarily deals with analyzing the language’s structure and form, focusing on aspects like grammar, word formation, and punctuation.

And if we decide to code rules for each and every combination of words in any natural language to help a machine understand, then things will get very complicated very quickly. While natural language processing (NLP), natural language understanding (NLU), and natural language generation (NLG) are all related topics, they are distinct ones. Given how they intersect, they are commonly confused within conversation, but in this post, we’ll define each term individually and summarize their differences to clarify any ambiguities. Natural language processing primarily focuses on syntax, which deals with the structure and organization of language. NLP techniques such as tokenization, stemming, and parsing are employed to break down sentences into their constituent parts, like words and phrases.

With the advent of ChatGPT, it feels like we’re venturing into a whole new world. Everyone can ask questions and give commands to what is perceived as an “omniscient” chatbot. Big Tech got shaken up with Google introducing their LaMDA-based “Bard” and Bing Search incorporating GPT-4 with Bing Chat.

In this context, another term which is often used as a synonym is Natural Language Understanding (NLU).

The customer journey, from acquisition to retention, is filled with potential incremental drop-offs at every touchpoint. A confusing experience here, an ill-timed communication there, and your conversion rate is suddenly plummeting. Behind the scenes, sophisticated algorithms like hidden Markov chains, recurrent neural networks, n-grams, decision trees, naive bayes, etc. work in harmony to make it all possible.

For those interested, here is our benchmarking on the top sentiment analysis tools in the market. At Kommunicate, we envision a world-beating customer support solution to empower the new era of customer support. We would love to have you on board to have a first-hand experience of Kommunicate. NLP is a branch of AI that allows more natural human-to-computer communication by linking human and machine language. Bharat Saxena has over 15 years of experience in software product development, and has worked in various stages, from coding to managing a product. His current active areas of research are conversational AI and algorithmic bias in AI.

Common tasks include parsing, speech recognition, part-of-speech tagging, and information extraction. It uses neural networks and advanced algorithms to learn from large amounts of data, allowing systems to comprehend and interpret language more effectively. NLU often involves incorporating external knowledge sources, such as ontologies, knowledge graphs, or commonsense databases, to enhance understanding. The technology also utilizes semantic role labeling (SRL) to identify the roles and relationships of words or phrases in a sentence with respect to a specific predicate.

Natural language understanding interprets the meaning that the user communicates and classifies it into proper intents. For example, it is relatively easy for humans who speak the same language to understand each other, although mispronunciations, choice of vocabulary or phrasings may complicate this. NLU is responsible for this task of distinguishing what is meant by applying a range of processes such as text categorization, content analysis and sentiment analysis, which enables the machine to handle different inputs. Natural language processing is generally more suitable for tasks involving data extraction, text summarization, and machine translation, among others.

At this point, there comes the requirement of something called ‘natural language’ in the world of artificial intelligence. The algorithms we mentioned earlier contribute to the functioning of natural language generation, enabling it to create coherent and contextually relevant text or speech. However, the full potential of NLP cannot be realized without the support of NLU.

For example, for HR specialists seeking to hire Node.js developers, the tech can help optimize the search process to narrow down the choice to candidates with appropriate skills and programming language knowledge. Technology continues to advance and contribute to various domains, enhancing human-computer interaction and enabling machines to comprehend and process language inputs more effectively. To pass the test, a human evaluator will interact with a machine and another human at the same time, each in a different room. If the evaluator is not able to reliably tell the difference between the response generated by the machine and the other human, then the machine passes the test and is considered to be exhibiting “intelligent” behavior. Latin, English, Spanish, and many other spoken languages are all languages that evolved naturally over time. Natural Language Processing(NLP) is a subset of Artificial intelligence which involves communication between a human and a machine using a natural language than a coded or byte language.

We discussed this with Arman van Lieshout, Product Manager at CM.com, for our Conversational AI solution. With NLP integrated into an IVR, it becomes a voice bot solution as opposed to a strict, scripted IVR solution. Voice bots allow direct, contextual interaction with the computer software via NLP technology, allowing the Voice bot to understand and respond with a relevant answer to a non-scripted question. It allows callers to interact with an automated assistant without the need to speak to a human and resolve issues via a series of predetermined automated questions and responses.

Sometimes people know what they are looking for but do not know the exact name of the good. In such cases, salespeople in the physical stores used to solve our problem and recommended us a suitable product. In the age of conversational commerce, such a task is done by sales chatbots that understand user intent and help customers to discover a suitable product for them via natural language (see difference between nlp and nlu Figure 6). NLU’s core functions are understanding unstructured data and converting text into a structured data set which a machine can more easily consume. Applications vary from relatively simple tasks like short commands for robots to MT, question-answering, news-gathering, and voice activation. In machine learning (ML) jargon, the series of steps taken are called data pre-processing.

This component responds to the user in the same language in which the input was provided say the user asks something in English then the system will return the output in English. Being able to formulate meaningful answers in response to users’ questions is the domain of expert.ai Answers. This expert.ai solution supports businesses through customer experience management and automated personal customer assistants. By employing expert.ai Answers, businesses provide meticulous, relevant answers to customer requests on first contact. Instead they are different parts of the same process of natural language elaboration.

Still, it can also enhance several existing technologies, often without a complete ‘rip and replace’ of legacy systems. NLU is particularly effective with homonyms – words spelled the same but with different meanings, such as ‘bank’ – meaning a financial institution – and ‘bank’ – representing a river bank, for example. Human speech is complex, so the ability to interpret context from a string of words is hugely important.

And so, understanding NLU is the second step toward enhancing the accuracy and efficiency of your speech recognition and language translation systems. As a seasoned technologist, Adarsh brings over 14+ years of experience in software development, artificial intelligence, and machine learning to his role. His expertise in building scalable and robust tech solutions has been instrumental in the company’s growth and success. By way of contrast, NLU targets deep semantic understanding and multi-faceted analysis to comprehend the meaning, aim, and textual environment.

This integration of language technologies is driving innovation and improving user experiences across various industries. Together, NLU and natural language generation enable NLP to function effectively, providing a comprehensive language processing solution. NLU analyzes data using algorithms to determine its meaning and reduce human speech into a structured ontology consisting of semantic and pragmatic definitions. Structured data is important for efficiently storing, organizing, and analyzing information. NLU focuses on understanding human language, while NLP covers the interaction between machines and natural language. With FAQ chatbots, businesses can reduce their customer care workload (see Figure 5).

Nabi Muhammad Berkomentar Selisih India Dengan Negara Teluk

Nabi Muhammad Berkomentar Selisih India Dengan Negara Teluk – Komentar ‘menghina’ oleh juru bicara partai berkuasa Bharatiya Janata menuai kemarahan di Timur Tengah

Nabi Muhammad Berkomentar Selisih India Dengan Negara Teluk

Pemerintah India terlibat dalam pertikaian diplomatik dengan negara-negara Teluk setelah dua juru bicara partai yang berkuasa dituduh membuat komentar Islamofobia dan menghina Nabi Muhammad.

Partai Bharatiya Janata yang berkuasa (BJP) menangguhkan juru bicara nasionalnya, Nupur Sharma, dan mengusir kepala medianya di Delhi, Naveen Kumar Jindal, setelah komentar mereka menjadi viral di Timur Tengah, di mana mereka disambut dengan kemarahan diplomatik. nexus slot

Pemerintah Qatar, Kuwait, Iran, Arab Saudi, Oman, Afghanistan dan Pakistan menggambarkan komentar tersebut sebagai “menghina”.

Dalam debat televisi 10 hari lalu di saluran berita sayap kanan India Times Now 1, Sharma membuat komentar menghina tentang ibadah Muslim dan Nabi Muhammad dan mengejek lawan debat Muslimnya. Menyusul protes atas komentar tersebut, Jindal memposting tweet tentang nabi yang telah ia hapus yang juga menyebabkan kemarahan.

Duta Besar India untuk Qatar, Deepak Mittal, dipanggil dan diberi teguran resmi “mengungkapkan kekecewaan Negara Qatar dan penolakan total serta kecaman terhadap pernyataan kontroversial yang dibuat oleh seorang pejabat di partai yang berkuasa di India terhadap Nabi Muhammad”.

Qatar menuntut permintaan maaf dari pemerintah India, menuduhnya memprovokasi “siklus kekerasan dan kebencian”. Lolwah al-Khater, asisten menteri luar negeri Qatar, mengatakan India mencapai “tingkat berbahaya” wacana Islamofobia.

Kementerian luar negeri Kuwait juga memanggil duta besar India, Sibi George, untuk menyatakan “penolakan kategoris dan kecaman atas pernyataan menghina” yang dibuat oleh juru bicara BJP.

Mufti agung Oman, Ahmad bin Hamad al-Khalili, berkata keras, mengutuk “kekasaran yang kurang ajar dan cabul dari juru bicara resmi partai ekstremis yang berkuasa di India terhadap utusan Islam”.

Perdana Menteri baru Pakistan, Shehbaz Sharif, yang baru-baru ini mengirim pesan perdamaian kepada mitranya dari India, Narendra Modi, mengatakan komentar itu adalah contoh bagaimana “India di bawah Modi menginjak-injak kebebasan beragama dan menganiaya Muslim”.

Ketika seruan untuk memboikot barang-barang India mulai mendapatkan daya tarik di Teluk, mitra perdagangan dan energi yang penting bagi India, pemerintah BJP mencoba untuk mengabaikan komentar tersebut sebagai “elemen pinggiran” di dalam partai dan mengatakan bahwa mereka “tidak, dengan cara apa pun. cara, mencerminkan pandangan pemerintah India”.

BJP segera mencopot kedua juru bicara dan mengatakan “tindakan keras telah diambil terhadap mereka yang membuat pernyataan menghina”.

Namun, banyak pengamat menunjukkan bahwa keduanya tidak menghadapi tindakan apa pun ketika komentar mereka pertama kali ditandai lebih dari seminggu yang lalu oleh Muslim dan aktivis hak-hak sipil di India. Alih-alih, ada seruan dari pendukung BJP untuk menangkap jurnalis yang menyebut komentar Islamofobia di media sosial.

Di saluran televisi berita sayap kanan India, retorika anti-Muslim dijelaskan setiap malam oleh para pendukung BJP tetapi jarang, jika pernah, dipenuhi dengan permintaan maaf atau pencabutan.

Insiden tersebut menyoroti meningkatnya ketegangan antara kebijakan domestik BJP sebuah partai nasionalis Hindu yang dituduh secara sistematis meminggirkan dan mengawasi penganiayaan terhadap 200 juta Muslim di negara itu dan tujuan strategis luar negeri India dan perdagangan yang berkembang dengan dunia Muslim. Hampir 40% kebutuhan gas India berasal dari Qatar dan sekitar 6,5 juta orang India tinggal di kawasan Teluk.

Insiden diplomatik itu terjadi ketika wakil presiden India, M Venkaiah Naidu, mengunjungi Qatar untuk lebih memperdalam hubungan antara kedua negara. Keputusan untuk mengusir Sharma dan Jindal disambut dengan kemarahan dari beberapa pendukung BJP, yang menyebut keputusan itu “pengecut”.

Nabi Muhammad Berkomentar Selisih India Dengan Negara Teluk

Sebuah video beredar online menunjukkan pemimpin militan Hindutva Yati Narsinghanand menggandakan komentar mereka tentang nabi Muhammad dan menyebut semua Muslim “penjahat”.

Sebuah laporan departemen luar negeri AS yang dirilis pekan lalu mendokumentasikan pembunuhan, penyerangan, dan intimidasi terhadap minoritas agama di India. Pemerintah India berang sebagai tanggapan, menyebut laporan itu “kurang informasi” dan “bias”.

Paus Fransiskus Memicu Desas-desus Tentang Pengunduran Diri

Paus Fransiskus Memicu Desas-desus Tentang Pengunduran Diri – Fransiskus akan menjadi tuan rumah konsistori pada bulan Agustus lalu mengunjungi festival Perdonanza Celestiniana, yang diprakarsai oleh paus yang mengundurkan diri

Paus Fransiskus Memicu Desas-desus Tentang Pengunduran Diri

Desas-desus yang beredar sejak awal Mei bahwa Paus Fransiskus mungkin pensiun telah dipicu oleh pengumuman bahwa ia akan menghadiri pesta yang diprakarsai oleh seorang paus abad ke-13 yang mengundurkan diri. slot gacor

Spekulasi bahwa pria berusia 85 tahun itu mungkin mengikuti jejak pendahulunya Benediktus XVI dan mundur dari jabatannya muncul pada awal Mei ketika ia muncul di depan umum menggunakan kursi roda untuk pertama kalinya, setelah menjalani operasi kecil untuk merawat lutut. rasa sakit.

Ini mendapatkan momentum ketika dia membuat keputusan yang tidak biasa untuk menjadi tuan rumah sebuah konsistori pada 27 Agustus untuk mengangkat kardinal baru, beberapa di antaranya akan memenuhi syarat untuk memilih pengganti paus pada konklaf berikutnya.

Hari berikutnya, Fransiskus akan melakukan perjalanan ke L’Aquila, kota Abruzzo yang dirusak oleh gempa bumi pada tahun 2009, untuk festival Perdonanza Celestiniana, di mana ia akan mengunjungi katedral yang menampung makam Celestine V, seorang paus pertapa yang mengundurkan diri pada 1294 setelah hanya lima bulan bekerja. Benediktus juga mengunjungi makam itu pada tahun 2009, meninggalkan stola palliumnya yang oleh beberapa komentator pada saat itu dikatakan sebagai isyarat simbolis menjelang pengunduran dirinya sendiri, yang terjadi pada tahun 2013.

“Sangat aneh memiliki konsistori pada bulan Agustus, tidak ada alasan dia perlu mengadakan [acara] ini tiga bulan sebelumnya dan kemudian pergi ke L’Aquila di tengah-tengahnya,” kata Robert Mickens, editor yang berbasis di Roma. La Croix edisi bahasa Inggris, sebuah surat kabar harian Katolik.

Seminggu setelah konsistori, Paus akan bertemu dengan para kardinal untuk memberi penjelasan singkat tentang reformasinya pada administrasi pusat Vatikan, yang mencakup penerapan batasan masa jabatan pada kepala kantor Vatikan dan mengizinkan wanita untuk memegang jabatan seperti itu.

“Saya pikir akan ada pengumuman lain: mungkin dia tidak akan mengundurkan diri, tapi saya pikir itu kemungkinan yang sangat bagus,” tambah Mickens.

Pada awal kepausannya, Fransiskus mengatakan dia ingin melihat pengunduran diri seorang paus menjadi normal, dan pada tahun 2015 dia mengatakan dia merasa bahwa kepausannya akan singkat, menggambarkan keputusan Benediktus untuk mundur sebagai “berani”.

Benediktus, yang memilih untuk disebut Paus Emeritus Benediktus XVI alih-alih kembali menjadi Joseph Ratzinger, berusia 85 tahun pada saat pengunduran dirinya.

“Ada banyak simbolisme yang bermain di sini dan saya melihat [spekulasi] dengan sedikit sinis,” kata Christopher White, koresponden Vatikan untuk National Catholic Reporter. “Saya tidak berpikir kemungkinan Fransiskus akan menginginkan dua pensiunan paus di latar belakang. Secara tidak sengaja atau tidak, memiliki satu paus dalam peran yang tidak ditentukan telah menjadi sumber sakit kepala sesekali bagi Fransiskus.”

Paus Fransiskus Memicu Desas-desus Tentang Pengunduran Diri

White menambahkan bahwa salah satu hal yang ingin dilakukan Fransiskus, seandainya Benediktus meninggal sebelum dia, adalah melembagakan reformasi tentang peran yang harus dimainkan oleh seorang pensiunan paus. Paus juga kemungkinan besar ingin melihat melalui sinode tentang sinodalitas, sebuah proses dua tahun yang berakhir dengan pertemuan puncak besar di Vatikan pada Oktober 2023.

“Meskipun demikian, hal utama yang telah kami pelajari tentang paus ini dalam 10 tahun terakhir adalah bahwa dia terus mengejutkan kami, dan dia tampaknya sangat senang dengan elemen kejutan itu,” kata White.

Respon Siswa Katolik Kurang Positif Terhadap Orang Gay

Respon Siswa Katolik Kurang Positif Terhadap Orang Gay – Siswa di perguruan tinggi dan universitas Katolik memulai studi mereka dengan sikap yang lebih positif terhadap orang gay, lesbian dan biseksual daripada rekan-rekan mereka di perguruan tinggi dan universitas evangelis, survei peneliti menemukan. Tapi itu tidak lagi terjadi pada saat mereka lulus.

Siswa di Perguruan Tinggi Katolik Pergi Dengan Sikap yang Kurang Positif Terhadap Orang Gay

Tim peneliti multidisiplin di Ohio State University, North Carolina State University dan Interfaith Youth Core, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Chicago, mensurvei 3.486 siswa yang menghadiri 122 institusi dari berbagai jenis, ukuran, dan afiliasi. Studi ini, Interfaith Diversity Experiences and Attitudes Longitudinal Survey, mensurvei para siswa tiga kali selama mereka kuliah pada musim gugur 2015, musim semi 2016 dan musim semi 2019. slot online

Peneliti bertanya kepada siswa apakah mereka setuju atau tidak setuju dan seberapa kuat dengan berbagai pernyataan tentang orang gay, lesbian dan biseksual. Pernyataan terkait, misalnya, apakah siswa percaya bahwa individu gay, lesbian, dan biseksual adalah orang yang beretika dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.

Mereka juga bertanya kepada siswa apakah mereka percaya bahwa mereka memiliki kesamaan dengan kelompok ini, dan sikap positif terhadap mereka. Untuk menghindari penyatuan orientasi seksual dengan gender, peneliti mengajukan pertanyaan terpisah tentang sikap terhadap orang transgender, yang tidak dimasukkan dalam analisis ini.

Peneliti menemukan bahwa siswa di sekolah Kristen baik Protestan, evangelis atau Katolik – masuk perguruan tinggi dengan sikap yang kurang positif terhadap orang gay, lesbian dan biseksual dibandingkan dengan mereka di sekolah nonreligius. Semua siswa meningkat dalam sikap positif mereka untuk kelompok ini pada saat mereka lulus.

Namun siswa sekolah Katolik mendapat keuntungan paling sedikit. Saat memasuki perguruan tinggi, sikap mereka lebih positif daripada siswa evangelis dan menunjukkan lonjakan awal setelah tahun pertama. Namun ketika mereka meninggalkan perguruan tinggi mereka memiliki nilai positif paling sedikit.

Sebaliknya, siswa Katolik di semua sekolah yang disurvei datang ke perguruan tinggi dengan apresiasi yang lebih tinggi terhadap orang gay, lesbian dan biseksual dibandingkan dengan semua siswa Kristen lainnya. Dan apresiasi itu terus tumbuh secara signifikan selama empat tahun, terlepas dari jenis institusinya.

Mengapa itu penting?

Temuan ini menunjukkan bahwa seberapa besar penghargaan yang dimiliki siswa untuk orientasi seksual yang beragam mungkin terkait dengan budaya institusional, pesan dan sikap dan tidak harus dengan keyakinan dan keyakinan pribadi siswa saja. Dengan kata lain, bagaimana universitas menangani isu-isu yang berkaitan dengan gay, lesbian dan biseksual dapat mempengaruhi bagaimana sikap mahasiswa terhadap kelompok tersebut berubah di perguruan tinggi.

Penelitian telah menunjukkan bahwa kelompok sebaya memiliki dampak yang signifikan terhadap sikap mahasiswa terhadap keragaman. Pandangan dan keyakinan teman bersosialisasi dengan siswa dapat mempengaruhi pandangan dunia mereka. Jadi, misalnya, siswa di sekolah Katolik dapat bertemu dan bersosialisasi dengan teman-teman yang berbagi, dan karena itu memperkuat, pandangan yang menganggap orang gay, lesbian, dan biseksual secara negatif.

Tetapi jika itu adalah satu-satunya kekuatan pendorong di sini, peneliti akan mengharapkan siswa di lembaga evangelis untuk masuk dan keluar dari perguruan tinggi dengan nilai apresiasi keseluruhan terendah. Itu tidak terjadi.

Sebaliknya, sikap berubah secara berbeda berdasarkan apakah siswa terdaftar di lembaga Katolik atau injili. Jadi, tampaknya mahasiswa di lembaga evangelis memiliki lebih banyak dukungan sebaya untuk orang gay, lesbian dan biseksual, atau lembaga Katolik entah bagaimana menandakan kurangnya dukungan bagi orang-orang yang mengidentifikasi diri sebagai gay, lesbian atau biseksual.

Apa yang masih belum diketahui?

Kita tidak tahu semua cara dimensi agama budaya institusional mempengaruhi sikap individu siswa, dan sebaliknya. Data peneliti menunjukkan bahwa mungkin ada kecenderungan berbeda dalam sikap berdasarkan jenis lembaga yang dihadiri siswa dan bagaimana siswa mengidentifikasi agama.

Siswa di Perguruan Tinggi Katolik Pergi Dengan Sikap yang Kurang Positif Terhadap Orang Gay

Apa berikutnya

Percakapan tentang hubungan antara agama dan sikap terhadap seksualitas akan mendapat manfaat dari membedakan orang beragama dari lembaga keagamaan, dan keyakinan individu dari doktrin agama.

Percakapan ini mungkin tidak terjadi secara organik. Peneliti percaya institusi harus menyediakan tempat yang mendukung di mana siswa dapat mengajukan pertanyaan penting tentang agama dan seksualitas. Tempat-tempat ini mungkin terlihat dan terasa berbeda berdasarkan jenis institusi. Yang mengatakan, di mana pun siswa terdaftar, pendidik harus menginginkan mereka lulus dengan menghargai semua bentuk identitas, termasuk orang gay, lesbian dan biseksual.

Minoritas Kecil Orang Irak Ini Menganut Agama Gnostik Kuno

Minoritas Kecil Orang Irak Ini Menganut Agama Gnostik Kuno – Pada Maret 2021 Paus Fransiskus menjadi pemimpin pertama Gereja Katolik Roma yang mengunjungi Irak. Jumlah orang Kristen di Irak telah menurun tajam dalam dua dekade terakhir di tengah kekerasan massal di tangan kelompok Negara Islam. Irak berdiri hari ini di wilayah Kekaisaran Babilonia kuno, umumnya dipahami sebagai tanah air dari patriark Abraham, tokoh dasar yang dimiliki oleh Yudaisme, Kristen dan Islam – yang biasa disebut agama “Abrahamic”.

Minoritas Kecil Orang Irak Ini Menganut Agama Gnostik Kuno

Ketika paus bertemu dengan para pemimpin Kristen dan Muslim setempat, nama-nama kelompok agama lain yang lebih kecil yang ditemukan di Irak juga menjadi berita. Salah satunya mungkin asing bagi sebagian besar dari mereka di dunia berbahasa Inggris: Mandaeans. Juga disebut Sabian, mereka adalah pengikut agama Gnostik terakhir yang bertahan terus menerus dari zaman kuno hingga saat ini. premium303

Agama-agama Gnostik memandang dunia material sebagai produk dari kesalahan di alam surga, penciptaan satu atau lebih makhluk ilahi yang lebih rendah daripada Tuhan yang tertinggi. Gnostisisme juga menekankan bahwa manusia dapat menyadari hal ini dan mempersiapkan jiwa mereka untuk melepaskan diri dari pengaruh kekuatan spiritual jahat yang menciptakan dan menguasai alam ini, sehingga ketika mereka mati mereka dapat naik ke alam baik yang ada di luar mereka.

Sebagai seorang sarjana agama, saya telah terlibat dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris salah satu teks suci Mandaean, yang dikenal sebagai Mandaean Book of John. Bekerja di bidang ini juga menghubungkan saya dengan tradisi hidup dan meyakinkan saya bahwa lebih banyak orang perlu tahu tentang Mandaeans.

Akar kuno Gnostisisme

Mandaeisme, seperti bentuk-bentuk Gnostisisme lainnya, adalah agama esoteris yang sastranya sebagian besar tetap berada di tangan keluarga imam. Teks suci mereka ditulis dalam alfabet khusus yang digunakan hanya untuk tujuan itu. Isi dan makna dari karya-karya ini sebagian besar tidak diketahui bahkan oleh kebanyakan orang Mandaea, apalagi orang lain.

Tapi pandangan alternatif Mandean secara berkala menarik minat masyarakat. Pada abad ke-19, teks suci terpenting mereka, Harta Karun Agung atau Ginza Rba, diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Itu diyakini telah berkontribusi pada meningkatnya minat pada mistisisme dan spiritualitas esoteris di era itu. Namun, ini sebagian besar di antara orang-orang yang tidak memiliki kontak atau kesadaran nyata tentang Mandaea di masa sekarang.

Baptisan: Inti dari agama Mandaean

Ritual utama orang Mandaean adalah pembaptisan : pencelupan ke dalam air yang mengalir , yang dalam bahasa Manda disebut sebagai “air hidup”, sebuah frasa yang juga muncul dalam Perjanjian Baru di Alkitab. Baptisan dalam iman Mandaean bukanlah tindakan satu kali yang menunjukkan pertobatan seperti dalam agama Kristen. Sebaliknya itu adalah ritual berulang mencari pengampunan dan pembersihan dari kesalahan, dalam persiapan untuk kehidupan setelah kematian.

“Baptis” hari ini biasanya menunjukkan suatu bentuk Kekristenan, tetapi orang Mandaean bukanlah orang Kristen. Mereka memiliki tempat khusus, bagaimanapun, untuk individu yang dikatakan telah membaptis Yesus, yaitu Yohanes Pembaptis. The Mandaean Book of John, yang saya terlibat dalam menerjemahkan, menceritakan kisah-kisah tentang Yohanes Pembaptis dan atribut pidato dia berisi berbagai ajaran etis.

Pada paruh pertama abad ke-20, Mandaean mendapat perhatian yang signifikan dari para sarjana Perjanjian Baru yang berpikir bahwa pandangan mereka yang tinggi tentang Yohanes Pembaptis mungkin berarti bahwa mereka adalah keturunan dari murid-muridnya. Banyak sejarawan berpikir bahwa Yesus dari Nazaret adalah murid Yohanes Pembaptis sebelum memisahkan diri untuk membentuk gerakannya sendiri, dan saya cenderung setuju.

Apapun ketegangan dan persaingan yang mungkin terjadi di antara orang Mandaean, Yahudi dan Kristen di Irak di masa lalu, hari ini mereka berusaha untuk hidup berdampingan secara damai , menemukan diri mereka dalam konteks di mana semua kelompok minoritas menghadapi perjuangan yang sama untuk bertahan hidup dan mempertahankan identitas mereka.

Sejumlah gulungan Mandaean berisi karya seni dan ilustrasi menarik yang menggambarkan berbagai gambar termasuk tokoh-tokoh surgawi yang disebutkan dalam teks mereka, pemandangan dari alam baka, pohon dan hewan. Semua digambar dengan gaya yang tidak seperti yang ditemukan dalam karya seni atau manuskrip bergambar agama lain.

Salah satu adegan favorit saya dalam gulungan yang dikenal sebagai Diwan Abatur menggambarkan orang-orang yang disiksa dengan terompet dan simbal di api penyucian yang dapat dilewati oleh jiwa-jiwa. Intinya kemungkinan besar suara keras yang dihasilkan instrumen tersebut, dan bukan pernyataan negatif tentang musik secara umum.

Minoritas Kecil Orang Irak Ini Menganut Agama Gnostik Kuno
Mandaisme hari ini

Perkiraan bervariasi mengenai berapa banyak Mandaean yang ada saat ini. Beberapa masih dapat ditemukan di tanah air bersejarah mereka di Irak dan Iran. Namun, penganiayaan di tempat-tempat itu telah menyebabkan terciptanya komunitas diaspora Mandaean yang kecil tapi signifikan di tempat-tempat seperti Australia, Swedia dan Amerika Serikat.

Penyebaran ini, ditambah dengan berkurangnya jumlah orang Mandaean, semakin mempersulit mereka untuk mempertahankan identitas dan mewariskan tradisi mereka kepada generasi berikutnya. Mandaean tidak menerima mualaf atau menganggap anak – anak dari pernikahan dengan non-Mandaean sebagai bagian dari komunitas agama mereka, yang juga berkontribusi pada berkurangnya populasi mereka.

Ada kemungkinan yang masuk akal bahwa Mandaeans mungkin berada di antara tetangga Anda, apakah Anda tinggal di San Diego, San Antonio atau Sydney. Cari mereka, dan Anda mungkin mendapatkan kesempatan untuk melakukan lebih dari sekadar melihat sekilas sejarah hidup.

Larangan Bagi Pemegang Jabatan Seorang Ateis

Larangan Bagi Pemegang Jabatan Seorang Ateis – Konstitusi Tennessee mencakup ketentuan yang melarang tiga kelompok memegang jabatan: ateis, menteri, dan mereka yang terlibat dalam duel. Upaya sedang dilakukan di badan legislatif negara bagian untuk menghapus pengecualian ini untuk menteri, tetapi tidak untuk duelist atau ateis.

Mengapa Hal Ini Penting Untuk 7 Negara Bagian Masih Memiliki Larangan Bagi Pemegang Jabatan Seorang Ateis

Pada Januari 2021, Senator Negara Bagian Tennessee dari Partai Republik, Mark Pody, mengusulkan Resolusi Bersama Senat 55  untuk mengamandemen Pasal IX Konstitusi Tennessee untuk menghilangkan klausul yang menyatakan “tidak ada pendeta Injil, atau imam dari denominasi apa pun, yang berhak untuk kursi di salah satu Dewan Legislatif.” https://beachclean.net/

Tidak disebutkan dalam resolusi Pody tentang Bagian 2 dari artikel yang sama: “Tidak ada orang yang menyangkal keberadaan Tuhan … akan memegang jabatan apa pun di departemen sipil negara bagian ini.” Dalam hal ini, undang-undang saat ini juga tidak menyebutkan keberatan Bagian 3 terhadap mereka yang berpartisipasi, membantu, atau mendukung duel.

Ketika Pody ditanya mengapa resolusinya hanya menghapus larangan menteri, jawabannya adalah bahwa yang terbaik adalah membersihkan konstitusi “satu langkah sederhana pada satu waktu.”

Tennessee adalah salah satu dari tujuh negara bagian yang memiliki larangan inkonstitusional terhadap ateis yang memegang jabatan publik. Meski digantikan oleh putusan Mahkamah Agung, larangan tersebut penting. Sebagai seorang sarjana retorika agama dan politik yang berfokus pada marginalisasi ateis AS, saya percaya mereka mencerminkan normalisasi anti-ateisme yang belum benar-benar ditangani, atau jarang diakui, di Amerika Serikat.

Ateis ‘tidak boleh ditoleransi’

Banyak konstitusi negara bagian menetapkan undang-undang yang melarang menteri dan ateis ketika mereka diratifikasi.

Larangan terhadap menteri dibingkai seperlunya untuk melindungi “panggilan suci” mereka. Larangan pada ateis dipasang untuk alasan yang berbeda. Ateis, diklaim, tidak bisa dipercaya menjadi warga negara yang baik dalam demokrasi.

Sentimen ini diungkapkan oleh pemikir pencerahan awal seperti Jean-Jacques Rousseau dan John Locke – keduanya mempengaruhi politisi Amerika awal. Locke berargumen dalam “Surat Mengenai Toleransi” tahun 1689 bahwa “mereka yang menyangkal keberadaan Tuhan sama sekali tidak dapat ditoleransi. Janji, perjanjian, dan sumpah, yang merupakan ikatan masyarakat manusia, tidak dapat dipegang oleh seorang ateis.”

Larangan terhadap ateis dan menteri sekarang inkonstitusional karena keputusan Mahkamah Agung pada tahun 1961 dan 1978. Tennessee adalah negara bagian terakhir yang mempertahankan larangan yang tidak dapat diterapkan terhadap menteri dalam Konstitusi mereka, sementara tujuh negara bagian masih memiliki larangan inkonstitusional mereka terhadap ateis.

Meskipun tidak dapat dilaksanakan, larangan tersebut secara berkala menghalangi ateis yang ingin memegang jabatan publik. Pada tahun 1992, Herb Silverman, seorang aktivis ateis dan profesor matematika, ditolak posisinya sebagai notaris karena larangan di Carolina Selatan. Dia harus menuntut negara sebelum dia bisa memegang posisi itu.

Sementara itu pada tahun 2009, Cecil Bothwell, seorang kandidat Demokrat lokal, memenangkan perlombaan penasihat kotanya di Asheville, North Carolina tetapi harus melawan para kritikus yang mengklaim bahwa dia tidak memenuhi syarat karena ateismenya.

Serangan-serangan ini berlanjut selama bertahun-tahun setelah Bothwell terpilih. HK Edgerton, seorang aktivis Konfederasi Hitam dan salah satu kritikus paling keras Bothwell, mengeluh pada tahun 2014 bahwa dewan telah “menempatkan dirinya di atas hukum selama dua periode dengan Cecil Bothwell duduk di sana melewati aturan dan peraturan dan mendikte hukum secara tidak sah.”

David Morgan, editor Asheville Tribune, mengklaim kritiknya terhadap Bothwell adalah tentang menegakkan konstitusi negara bagian, dengan alasan “Jika Anda tidak menyukainya, ubah dan hapus klausul itu.”

Ateis telah mencoba melakukan hal itu. Tapi politisi menunjukkan sedikit minat untuk menghapus larangan ateis yang ada dalam konstitusi negara. Seperti yang dicatat oleh Todd Stiefel, seorang aktivis ateis: “Jika dalam buku-buku itulah orang-orang Yahudi tidak dapat memegang jabatan publik, atau bahwa Afrika-Amerika atau wanita tidak dapat memilih, itu tidak perlu dipikirkan.

Anda akan membuat politisi jatuh ke dalam diri mereka sendiri untuk mencoba mencabutnya. Bahkan jika itu masih tidak dapat diterapkan, itu akan tetap memalukan dan dihapus. Jadi kenapa kita berbeda?”

Menormalkan anti-ateisme

Klausa anti-ateis ini dan kegagalan untuk menghapusnya mencerminkan fenomena yang saya sebut “normativitas teis,” yang merupakan normalisasi kepercayaan pada Tuhan sebagai yang terkait dengan kewarganegaraan yang baik dan bermoral.

Bagi banyak orang Amerika, kepercayaan pada Tuhan dan Amerikanisme telah menjadi sinonim. Sebuah survei tahun 2015 menemukan bahwa 69% responden menganggap penting untuk percaya pada Tuhan untuk menjadi “benar-benar orang Amerika.”

Dan orang Amerika diharapkan untuk merangkul slogan-slogan nasional seperti “In God We Trust” dan “one nation, under God.” Politisi secara teratur diminta untuk berpartisipasi dalam doa publik kepada Tuhan sebelum pertemuan resmi.

Dan sementara mereka dapat meminta sebaliknya, asumsi default adalah bahwa orang Amerika akan bersumpah kepada Tuhan ketika mengambil jabatan publik atau bersaksi di pengadilan.

Meskipun tidak ada larangan menjadi ateis di Amerika Serikat, ateis telah lama dibingkai sebagai tidak Amerika. Ketika Perwakilan Demokrat Louis Rabaut mengusulkan untuk menambahkan “di bawah Tuhan” pada Ikrar Kesetiaan pada tahun 1954, ia berpendapat bahwa “orang Amerika ateis” adalah “kontradiksi dalam istilah.”

Bahkan Presiden Barack Obama hanya mengakui keberadaan “orang-orang yang tidak percaya” dalam pidato pelantikannya tahun 2009 membuat para kritikus mempertanyakan apakah pengakuan itu “ofensif” dan dapat menyebabkan kesalahpahaman yang berbahaya tentang “sifat sejati kita sebagai sebuah bangsa.”

Dan itu bukan hanya hak politik. Ketika Bernie Sanders mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2016, bocoran email dari kepemimpinan Komite Nasional Demokrat mengungkapkan sebuah plot untuk mencoba menjadikannya sebagai seorang ateis untuk memengaruhi persepsi secara negatif tentang dirinya.

Penghalang kekuasaan

Lingkungan politik ini mempersulit ateis terbuka untuk mendapatkan banyak kekuatan politik. Dalam survei tahun 2021 tentang identitas agama Kongres, hanya satu orang, Senator Kyrsten Sinema, yang diidentifikasi sebagai “tidak berafiliasi secara agama.” Delapan belas anggota menjawab “tidak tahu” atau menolak menjawab pertanyaan.

Jajak pendapat menunjukkan 4% orang Amerika mengidentifikasi sebagai ateis, dan sekitar 23% mengidentifikasi secara lebih luas sebagai nonreligius. Meskipun mengidentifikasi sebagai “nonreligius” tidak berarti tidak percaya pada Tuhan, penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 1 dari 4 orang Amerika adalah ateis, tetapi sebagian besar tidak mau mengungkapkan hal ini, bahkan dalam jajak pendapat anonim.

Dengan demikian, kemungkinan ada lebih banyak ateis di Kongres mereka hanya tidak terbuka tentang keyakinan mereka. Faktanya, pada tahun 2014, American Humanist Association mengklaim bahwa 24 anggota Kongres secara pribadi menyatakan bahwa mereka tidak percaya pada Tuhan tetapi akan menyangkalnya jika keluar.

Analis politik telah lama bertanya-tanya apakah seorang ateis bisa menjadi presiden. Perlu keberanian untuk mencoba, mengingat jajak pendapat menunjukkan bahwa hanya 60% orang Amerika yang mau mempertimbangkan untuk memilih satu.

Bahkan presiden teis dikritik jika mereka gagal menunjukkan penghormatan yang tepat kepada agama. Biden, seorang Katolik, adalah presiden pertama yang tidak memasukkan “Tuhan” dalam proklamasi Hari Doa Nasionalnya, sebuah langkah yang oleh pemimpin Injili Franklin Graham disebut “berbahaya.”

Mengapa Hal Ini Penting Untuk 7 Negara Bagian Masih Memiliki Larangan Bagi Pemegang Jabatan Seorang Ateis
Setiap hari anti-ateisme

Anti-ateisme ini melampaui politik. Ateis menghadapi diskriminasi di tempat kerja dan praktik perekrutan. Orang tua yang religius seringkali memiliki keuntungan dalam kasus hak asuh. Meskipun ateis tidak lebih mungkin melakukan kejahatan daripada teis, stereotip seputar kriminalitas ateis dan ketidakpercayaan tetap ada. Di pengadilan, korban perkosaan ateis cenderung tidak dipercaya daripada korban Kristen atau agama yang ambigu.

Dalam konteks inilah larangan terhadap ateis meskipun tidak dapat dilaksanakan di bawah putusan Mahkamah Agung harus, saya percaya, diperiksa.

Sementara larangan ini mungkin tampak tidak berbahaya, mereka mewakili prasangka anti-ateis yang sudah mendarah daging di Amerika. Mereka mengingatkan ateis bahwa, meskipun keyakinan mereka dilindungi oleh amandemen pertama, bersikap terbuka tentang tidak percaya pada Tuhan memiliki konsekuensi.

Iman Tetap Membentuk Moral dan Nilai Dalam Agama

Iman Tetap Membentuk Moral dan Nilai Dalam Agama – Agama membentuk landasan moral bagi miliaran orang di seluruh dunia. Dalam survei tahun 2019, 44% orang Amerika bersama dengan 45% orang di 34 negara mengatakan bahwa kepercayaan kepada Tuhan diperlukan “untuk menjadi bermoral dan memiliki nilai-nilai yang baik.” Jadi apa yang terjadi pada moralitas dan nilai-nilai seseorang ketika mereka kehilangan iman?

Iman Tetap Membentuk Moral dan Nilai Bahkan Setelah Orang 'Selesai' Dengan Agama

Agama mempengaruhi moral dan nilai melalui berbagai jalur. Ini membentuk cara orang berpikir tentang dan menanggapi dunia, menumbuhkan kebiasaan seperti menghadiri gereja dan berdoa, dan menyediakan jaringan hubungan sosial. slot online indonesia

Sebagai peneliti yang mempelajari psikologi dan sosiologi agama, kami berharap bahwa efek psikologis ini dapat bertahan bahkan setelah orang yang taat meninggalkan agama, kelompok yang kami sebut sebagai “religious done”.

Jadi bersama dengan rekan penulis kami Daryl R. Van Tongeren dan C. Nathan DeWall, kami berusaha untuk menguji “efek residu agama” ini di antara orang Amerika. Penelitian kami menjawab pertanyaan: Apakah tindakan keagamaan mempertahankan beberapa moral dan nilai-nilai orang Amerika yang religius?

Dengan kata lain, hanya karena beberapa orang meninggalkan agama, apakah agama sepenuhnya meninggalkan mereka?

Mengukur efek residu agama

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tindakan keagamaan di seluruh dunia berada di antara yang tidak pernah religius dan yang saat ini religius dalam hal pemikiran, perasaan, dan perilaku. Banyak yang mempertahankan beberapa atribut orang-orang religius, seperti menjadi sukarelawan dan memberi amal, bahkan setelah mereka meninggalkan praktik iman yang teratur.

Jadi dalam proyek pertama kami, kami memeriksa hubungan antara meninggalkan agama dan lima landasan moral yang biasa diperiksa oleh psikolog: kepedulian/kerugian, keadilan/kecurangan, kesetiaan/pengkhianatan dalam kelompok, otoritas/subversi dan kemurnian/degradasi.

Kami menemukan bahwa responden agama adalah yang paling mungkin untuk mendukung masing-masing dari lima landasan moral. Ini melibatkan penilaian intuitif yang berfokus pada perasaan sakit orang lain, dan memanfaatkan kebajikan seperti kebaikan dan kasih sayang. Misalnya, orang Amerika yang religius cenderung menentang tindakan yang mereka anggap “menjijikkan”, yang merupakan komponen skala kemurnian/degradasi. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya tentang landasan agama dan moral.

Yang terpenting, dan sejalan dengan hipotesis residu agama, kami telah menemukan apa yang kami sebut “pola tangga” keyakinan. Orang-orang yang secara konsisten religius lebih mungkin daripada yang dilakukan untuk mendukung setiap landasan moral, dan tindakan yang religius lebih mungkin untuk mendukung mereka daripada yang secara konsisten tidak beragama. Satu-satunya pengecualian adalah landasan moral keadilan/kecurangan, yang didukung oleh orang-orang yang berbuat dan secara konsisten beragama dengan tingkat yang sama.

Dengan kata lain, setelah meninggalkan agama, tindakan keagamaan mempertahankan beberapa penekanan pada masing-masing dari lima landasan moral, meskipun kurang dari agama yang konsisten, itulah sebabnya kami menyebutnya sebagai pola tangga.

Proyek kedua kami dibangun di atas penelitian yang menunjukkan bahwa agama terkait erat dengan nilai-nilai, khususnya Lingkaran Nilai Schwartz, model nilai universal yang dominan digunakan oleh psikolog Barat. Nilai adalah prinsip pengorganisasian inti dalam kehidupan masyarakat, dan agama secara positif terkait dengan nilai keamanan, kesesuaian, tradisi, dan kebajikan. Ini adalah “nilai fokus sosial”: keyakinan yang membahas kebutuhan yang dipahami secara umum untuk tindakan sosial yang terkoordinasi.

Untuk proyek ini, kami menanyakan satu kelompok peserta studi pertanyaan yang sama seiring bertambahnya usia mereka selama periode 10 hingga 11 tahun. Para peserta adalah remaja di gelombang pertama survei, dan di pertengahan hingga akhir 20-an di gelombang terakhir.

Temuan kami mengungkapkan pola tangga lain: Religius yang konsisten di antara orang dewasa muda ini secara signifikan lebih mungkin daripada perilaku religius untuk mendukung nilai-nilai fokus sosial keamanan, konformitas dan tradisi; dan kegiatan keagamaan secara signifikan lebih mungkin untuk mendukung mereka daripada yang secara konsisten tidak beragama. Sementara pola serupa muncul dengan nilai kebajikan, perbedaan antara amalan religius dan nonreligius secara statistik tidak signifikan.

Bersama-sama, proyek-proyek ini menunjukkan bahwa efek residu agama itu nyata. Moral dan nilai-nilai agama lebih mirip dengan orang Amerika yang religius daripada moral dan nilai-nilai orang Amerika nonreligius lainnya.

Analisis tindak lanjut kami menambahkan beberapa nuansa pada temuan kunci tersebut. Misalnya, dampak abadi dari ketaatan beragama pada nilai-nilai tampaknya paling kuat di antara mantan Protestan evangelis. Di antara orang-orang yang meninggalkan aliran Protestan, Katolik dan tradisi agama lainnya, efek residu agama lebih kecil dan kurang konsisten.

Penelitian kami juga menunjukkan bahwa efek residu agama dapat membusuk. Semakin banyak waktu berlalu setelah orang meninggalkan agama, moral dan nilai-nilai mereka semakin menyerupai orang-orang yang tidak pernah beragama. Ini adalah temuan penting, karena semakin banyak orang Amerika yang meninggalkan agama terorganisir, dan masih banyak yang harus dipelajari tentang konsekuensi psikologis dan sosial dari penurunan agama ini.

Iman Tetap Membentuk Moral dan Nilai Bahkan Setelah Orang 'Selesai' Dengan Agama
Meningkatnya jumlah nonreligius

Baru-baru ini pada tahun 1990, hanya 7% orang Amerika yang dilaporkan tidak beragama. Tiga puluh tahun kemudian, pada tahun 2020, persentase yang mengaku tidak beragama meningkat empat kali lipat, dengan hampir 3 dari 10 orang Amerika tidak beragama. Sekarang ada lebih banyak orang Amerika nonreligius daripada afiliasi dari satu tradisi agama tunggal, termasuk dua yang terbesar: Katolik dan Protestan evangelis.

Pergeseran dalam praktik keagamaan ini secara mendasar dapat mengubah persepsi orang Amerika tentang diri mereka sendiri, serta pandangan mereka tentang orang lain. Namun, satu hal yang tampak jelas adalah bahwa mereka yang meninggalkan agama tidak sama dengan mereka yang tidak pernah beragama.

Mengingat pertumbuhan yang cepat dan berkelanjutan dalam jumlah orang Amerika yang tidak beragama, kami berharap bahwa perbedaan ini akan menjadi semakin penting untuk memahami moral dan nilai-nilai rakyat Amerika.

Sejarah Konvensi Baptis Selatan Dominasi Kulit Putih

Sejarah Konvensi Baptis Selatan Dominasi Kulit Putih – Diguncang oleh kontroversi, berkurangnya jumlah dan perpecahan internal, Southern Baptist Convention akan bertemu untuk pertemuan tahunannya pada 15 Juni di bawah spanduk: “We Are Great Commission Baptists.”

Slogan ini terkenal tidak hanya untuk “kita” yang mempersatukan tetapi juga untuk pernyataan niat tentang misi teologis SBC “Amanat Agung” mengacu pada panggilan Yesus dalam Alkitab bagi murid – muridnya untuk menyebarkan firman ke seluruh dunia. slot indonesia

Fokus Konvensi Baptis Selatan Untuk Mengingatkan Sejarah Mempromosikan Dominasi Kulit Putih

Menguraikan moto pilihannya untuk acara tahun ini, Presiden SBC JD Greear berkomentar, “Saya tidak sabar untuk bergabung dengan saudara dan saudari saat kita berkumpul untuk fokus pada Amanat Agung dan menjaga Injil di atas segalanya.”

Komentarnya muncul setelah sejumlah pemimpin terkemuka meninggalkan SBC karena masalah sosial. Pada bulan Desember 2020, beberapa pendeta kulit hitam berpengaruh dari denominasi pergi setelah keenam seminari Baptis Selatan menyatakan teori ras kritis yang menganalisis rasisme melalui peran struktur dan institusi daripada prasangka individu tidak sesuai dengan “Iman dan Pesan Baptis” dan bertentangan dengan Injil.

Pada musim semi, Beth Moore, seorang penulis dan pembicara yang sangat populer, dan Russell Moore, tidak terkait, yang hingga baru-baru ini menjadi presiden Komisi Etika & Kebebasan Beragama SBC, meninggalkan denominasi karena penanganannya terhadap isu-isu termasuk ras, gender dan seksual. penyalahgunaan.

The moniker “Great Komisi Baptis” yang beberapa Baptis Selatan telah menggunakan sebagai descriptor tidak resmi selama hampir satu dekade menunjukkan fokus pada kemurnian teologis atas perpecahan sosial. Jason Allen, presiden Midwestern Baptist Theological Seminary, men-tweet sehubungan dengan julukan “Amanat Agung” bahwa: “Secara geografis, ini mencerminkan identitas nasional kita. Secara misiologis, ini menyatakan di depan apa yang paling menyatukan & menjiwai kita.”

Tetapi orientasi misi ini tidak senetral yang terlihat pada isu-isu sosial. Sebagai seorang sarjana yang mempelajari sejarah misi dan penginjilan di kalangan Protestan kulit putih, saya meneliti hubungan antara imperialisme budaya dan gerakan misionaris Barat modern. Dan retorika Baptis Selatan tentang misi menyentuh sejarah panjang dalam mempromosikan dominasi kulit putih melalui cara-cara keagamaan.

‘Menjadikan semua bangsa murid’

William Carey, seorang pembuat sepatu Baptis Inggris, sering dianggap oleh para sejarawan telah memulai gerakan misionaris Barat modern di kalangan Protestan dengan manifestonya pada tahun 1792, “Sebuah Penyelidikan tentang Kewajiban Orang-orang Kristen untuk Menggunakan Sarana untuk Pertobatan Orang-Orang Kafir.”

Dalam traktat yang diedarkan secara luas ini, Carey berargumen bahwa kata-kata Yesus dalam Matius 28 untuk “karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku” bukan hanya sebuah arahan kepada orang-orang sezaman dengan Yesus. Sebaliknya, mereka berfungsi sebagai perintah bagi orang Kristen zaman modern untuk menyebarkan Injil ke seluruh dunia.

Carey mendesak orang Kristen untuk “menggunakan setiap metode yang sah untuk menyebarkan pengetahuan tentang nama [Yesus].”

Dia menganjurkan Protestan di Eropa dan Amerika Utara untuk meminjam model kapitalis dari perusahaan perdagangan untuk mendirikan masyarakat misionaris sukarela yang didedikasikan untuk penginjilan global.

Namun sejak awal gerakan ini, pekerjaan misionaris ini terjalin dengan kepercayaan supremasi kulit putih dan eksploitasi tubuh non-kulit putih yang mendorong Inggris asli Carey menjadi negara adidaya kolonial.

Carey meyakinkan rekan-rekan Kristen untuk membeli saham dalam usaha misionarisnya, mengirim keluarganya dan dia ke India dengan kapal dagang, dan mendukungnya secara finansial sementara dia menyebarkan pesan Kristen di antara mereka yang dia gambarkan sebagai “kafir.” Pengembalian investasi akan menjadi hadiah spiritual dari mengikuti perintah Yesus sambil menyelamatkan jiwa-jiwa (hitam dan coklat) di negeri asing dari kutukan kekal.

Perkumpulan misionaris sukarela seperti Carey bermunculan di seluruh Eropa dan Amerika Utara pada abad ke-19 dengan maksud memperluas batas-batas “Kekristenan.” Tetapi yang dilapis dengan erat adalah konsep “membudayakan” orang-orang non-kulit putih. Banyak orang Kristen Protestan kulit putih percaya bahwa diri mereka tidak hanya memiliki hak, tetapi juga kewajiban, untuk memperluas versi mereka tentang “Kerajaan Allah.”

Baptis Selatan dan perbudakan

Meskipun pemahaman dan praktik misi Kristen jauh dari monolitik, Konvensi Baptis Selatan adalah keturunan langsung dari pelukan imperialisme sebagai misi.

Baptis pertama kali diorganisir secara nasional di AS pada awal abad ke-19 untuk secara kolektif mendukung upaya misi baik di luar negeri maupun di perbatasan Amerika. Memahami keselamatan sebagai penyelamatan individu dari penghukuman abadi melalui kepercayaan kepada Yesus, banyak orang Baptis berfokus pada mempromosikan pertobatan individu daripada menantang hierarki sosial atau menciptakan masyarakat yang lebih adil. Di Selatan, penginjilan orang-orang yang diperbudak sering didorong sebagai sarana untuk membuat mereka patuh dan patuh.

SBC, yang didirikan pada tahun 1845 dalam perpecahan dengan Baptis Utara, berutang keberadaannya pada asumsi tentang kekuasaan yang sah dari orang-orang Kristen kulit putih.

Sementara badan Baptis nasional mengadopsi posisi “netralitas” pada perbudakan, di mana mereka tidak mengutuk atau memaafkan praktik tersebut, Baptis terkemuka di Selatan mendorong masalah ini dengan menuntut agar pemilik budak memenuhi syarat untuk penunjukan misionaris. Ketika orang Utara menolak, Baptis Selatan berpisah. Mereka menciptakan SBC dengan tujuan untuk melanjutkan pekerjaan misi.

Warisan pro-perbudakan SBC ini terus menghantui denominasi, menghasilkan upaya menghentikan untuk membersihkan namanya sambil menghindari analisis sistemik rasisme yang ditemukan dalam teori kritis.

Melanjutkan imperialisme budaya

Penting untuk mengingat sejarah ini ketika mempertimbangkan agenda saat ini dari Konvensi Baptis Selatan dan orang Kristen kulit putih lainnya yang tenggelam dalam warisan imperialisme budaya dan supremasi kulit putih. Tanpa interogasi tentang arti retorika mereka, SBC saat ini menyerukan pesan Injil dan mandat penginjilan seperti yang ditunjukkan melalui promosi julukan “Great Commission Baptists” memperkuat alih-alih menantang warisan ini.

Fokus Konvensi Baptis Selatan Untuk Mengingatkan Sejarah Mempromosikan Dominasi Kulit Putih

SBC mempertahankan dalam pernyataan imannya, “The Baptist Faith and Message,” bahwa peran “usaha misionaris” adalah “untuk memenangkan yang terhilang bagi Kristus.” Pada pertemuan tahunan di Nashville, Southern Baptist Convention kemungkinan akan mengadopsi “Visi 2025.” Ini adalah rencana yang mencakup peningkatan aktivitas misionaris dan penanaman lebih banyak gereja dalam upaya untuk mempertahankan lebih banyak orang muda dan mencegah penurunan jumlah yang berkelanjutan.

Tetapi datang dari kepemimpinan SBC yang hampir seluruhnya laki-laki kulit putih, retorika seperti itu tentang “memenangkan yang hilang” dan “mendirikan gereja” mungkin menggemakan pencarian yang sudah dikenal untuk mendapatkan kembali wilayah budaya dan politik dalam istilah teologis.